Skip to main content

insan yang berkesadaran

rasulullah s.a.w. menyendiri di gua hira: kontemplasi. yunus di dalam perut paus: menyendiri. siddharta menjadi buddha di bawah pohon bodhi: meditasi.
terdapat begitu banyak manuskrip sejarah yang menceritakan manusia dalam perjalanan menuju berkesadarannya. begitu luar biasa cara kerja akal untuk mempertahankan kesadaran diri si empunya, tetapi manusia dengan sengaja menempatkannya di medan perang: untuk bertarung dengan imaji-imaji artifisial dari segenggam candu.
sejarah tak pernah kekurangan romantisme kemenangan manusia atas nafsunya. para petarung-pendekar, belajar di gunung semata untuk menjadi eling. karena eling(lan waspodo) adalah mata air dari curahan kebijaksanaan sejati.
layla dengan majnun, romeo dan juliet, bob marley serta ganja, pun ayahku dengan tembakaunya, atau mungkin para kartu remi dan soda bianglala. aku dan jamur sialan itu. setiap manusia memiliki candunya sendiri; baik yang mengepul, atau yang mengendap, yang cantik atau yang tampan, yang kaya dan hartawan, yang menerbangkanku atau menghempaskanmu keras. yang menggiurkan lan melenakan. aduh amboi manusia, begitu bebas kita memilih paket kebahagiaan sekalipun menjadi gila dan pesakitan adalah pilihan kita atasnya.

menjadi sadar bukanlah hanya busa-busa wacana. untuk sadar, menjadi bahagia seutuhnya adalah fardhu 'ainnya tiap-tiap anak adam. menjadi eling. menjadi waspodo. menjadi insan yang berkesadaran.

"l'homme est condamné à être libre" - jean paul sartre
yogyakarta, nyaris eling di pagi harinya, 2012.

P.S.: dipublikasikan sebagai bentuk pengingat komitmen untuk sober, selamanya. semoga.
P.P.S: terinspirasi dari The Solitaire Mistery(Kabalmysteriet) karya Jostein Gaarder

Comments

Popular posts from this blog

Iseng-Iseng Niat: Perjalanan Menjadi Seorang Fulbrighter (Bagian 1/3)

Sebelum memulai utas (thread) ini mungkin ada baiknya saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama (kalau di gunung) saya Janis, saya alumna Fakultas Ekonomika dan Bisnis - Universitas Gadjah Mada jurusan Manajemen. Saya lulus tahun 2015 dan saat ini bekerja di satu institusi pemerintah pusat. Omong-omong saya orang Cancer, kalau memang mau tahu banget... kiri: teman penulis; kanan: penulis. Mohon diabaikan saja Blog ini sebetulnya sudah lama saya buat, kurang lebih tahun 2004 dan waktu itu saya masih kelas 7 SMP. Setelah menulis berbagai entri yang tidak bertema dan kebanyakan hanya cuap-cuap sekenanya saja (itu pun jarang), tahun ini setelah menerima pengumuman bahwa saya "resmi" menjadi principle candidate untuk beasiswa Fulbright, saya memutuskan untuk kembali menulis di blog ini dan mendedikasikannya untuk para pencari beasiswa S2 di Amerika Serikat khususnya melalui beasiswa Fulbright. Kasih selamat boleh dong... Nama Fulbright sendiri sebetulnya adalah nama dari

Iseng-Iseng Niat: Perjalanan Menjadi Seorang Fulbrighter (Bagian 2/3)

Yayy... Saya kembali lagi! Laman ini adalah lanjutan dari blog post sebelumnya, silakan klik di sini. Berdasarkan surel yang saya terima dari AMINEF pada tanggal 3 April 2017, jadwal wawancara saya adalah tanggal 20 April 2017. Nah... Ternyata ada waktu selama 17 hari untuk mempersiapkan diri, masa yang saya rasa sangat cukup untuk bersiap-siap. Apa saja yang saya lakukan untuk mempersiapkan diri? Tentu bermacam-macam, tapi yang utama dan sangat mudah ditebak a la kids jaman now tentu saja berselancar di internet! Terdapat beberapa laman blog para Fulbrighters yang sangat membantu saya untuk mempersiapkan diri selama wawancara, tapi yang paling komprehensif dan (sepertinya) paling banyak diakses adalah laman blog Comatosed Thoughts milik Kak Nanda. Kelak di kemudian hari saya baru tahu kalau ternyata Kak Nanda adalah mentor dari salah satu sahabat saya sesama kandidat penerima beasiswa Fulbright (mentor-mentoran ini akan saya bahas di utas selanjutnya). Terima kasih Kak Nanda...
aku berkata padanya, "kejarlah mimpimu sampai ke ujung dunia, jangan pedulikan aku. karena aku pun akan mengejar mimpiku sendiri," aku tak tahu hal apa lagi yang akan aneh setelah perpisahan, putus yang direncanakan. aku hanya ingin berpikir logis, realistis, penuh pengharapan dan keyakinan bahwa kami akan meraih cita-cita kami masing-masing, dan kami tak ingin disaat cita-cita itu telah tercapai, kami belum mendapat apa-apa. belum merasakan apa-apa. dia bercerita kepadaku, tentang detik yang mati, "selama ini detik berjalan,maju ke depan. tanpa kembali ke belakang, hal-hal yang ditinggal hanya bisa dilihat kembali, tidak bisa diulang lagi," aku hanya bisa menatap senja hari dan berkonspirasi dengan rumput yang bergoyang, bertanya siapakah yang tengah duduk di buaian bulan sesungguhnya. ah, aku teringat saat-saat kami meracau tentang dunia, dengan sombong membuat filsafat sendiri tentang semesta, kami menertawakan kebodohan kami, dengan bangga mengakui bahwa kami ma