Skip to main content

Iseng-Iseng Niat: Perjalanan Menjadi Seorang Fulbrighter (Bagian 1/3)

Sebelum memulai utas (thread) ini mungkin ada baiknya saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama (kalau di gunung) saya Janis, saya alumna Fakultas Ekonomika dan Bisnis - Universitas Gadjah Mada jurusan Manajemen. Saya lulus tahun 2015 dan saat ini bekerja di satu institusi pemerintah pusat. Omong-omong saya orang Cancer, kalau memang mau tahu banget...
kiri: teman penulis; kanan: penulis. Mohon diabaikan saja

Blog ini sebetulnya sudah lama saya buat, kurang lebih tahun 2004 dan waktu itu saya masih kelas 7 SMP. Setelah menulis berbagai entri yang tidak bertema dan kebanyakan hanya cuap-cuap sekenanya saja (itu pun jarang), tahun ini setelah menerima pengumuman bahwa saya "resmi" menjadi principle candidate untuk beasiswa Fulbright, saya memutuskan untuk kembali menulis di blog ini dan mendedikasikannya untuk para pencari beasiswa S2 di Amerika Serikat khususnya melalui beasiswa Fulbright. Kasih selamat boleh dong...

Nama Fulbright sendiri sebetulnya adalah nama dari seorang senator, tepatnya William J. Fulbright. Fulbright adalah senator representatif negara bagian Arkansas yang menjadi salah satu penggagas program pertukaran pelajar Amerika Serikat dari dan ke luar negeri. Selanjutnya dapat dibaca di laman ini William J. Fulbright

Saya pertama kali menegenal program Fulbright saat kuliah di bangku semester 5, waktu itu saya sedang getol-getolnya mencari program pertukaran pelajar karena saya sadar IPK saya mungkin sudah mentok di angka segitu, prestasi lomba pun tidak banyak-banyak amat, di organisasi juga hanya kebagian sibuknya saja (kok curhat sih?) dan terutama sudah mulai banyak teman di kampus yang terbang ke luar negeri untuk mengikuti kegiatan pertukaran pelajar lewat organisasi AIESEC. Saya agak lupa darimana saya mendapat informasi soal program Fulbright tersebut, pokoknya nama programnya adalah Global Undergraduate Exchange Program atau yang disingkat UGRAD. Berbekal informasi yang sekenanya, saya kemudian mendapat info bahwa AMINEF, yaitu "kantor perwakilan Fulbright" di Indonesia akan mengadakan sesi seminar di satu acara pameran pendidikan Amerika Serikat di Mal Paragon, Semarang. Saya kemudian diantar ke pool shuttle bus Joglosemar di Jalan Magelang (atau Jalan Monjali ya?) oleh kawan, lalu selama 3 jam perjalanan di bus mini itu saya membayangkan betapa asyiknya kalau saya benar-benar menjadi peserta pertukaran pelajar ke Amriki...

Selama pameran berlangsung saya mengumpulkan banyak brosur dan mencatatkan data diri di berbagai booth universitas. Ada hal yang lucu dari sana, sampai saat ini universitas-universitas tersebut masih saja mengirimkan berbagai info dan penawaran ke alamat surel saya, bahkan ada yang sampai mengirimkannya lewat paket pos. Padahal saya sudah lulus S1 2 tahun lalu, malah sudah mulai mempersiapkan kuliah S2. Pokoknya di pameran itu saya serius banget, menggantungkan cita dan cinta setinggi-tingginya dan melamun sebodoamatnya. Singkat cerita akhirnya saya mengirim lamaran untuk mengikuti program UGRAD tersebut. Hasilnya? Tentu saja tidak lulus, hahaha...

Itu adalah salah satu pengalaman ditolak saya yang paling menyedihkan... Saya ingat di hari keberangkatan saya ke Semarang saat itu Yogya hujan gerimis, tapi saya diantar naik sepeda motor oleh kawan ke pool Joglosemar. Ya mau bagaimana lagi, punyanya 'kan cuma sepeda motor... Pulang dari Semarang pun saya dihujani lagi oleh duit air, sementara selama di Semarang saya dianugerahi panas ngenthang-ngenthang di perjalanan menuju Mal. Membayangkan uang saku kuliah pada masa itu yang sudah saya sisihkan untuk uang PP Yogya-Semarang dan makan siang seadanya lalu setelahnya ngebut ikut tes TOEFL ITP yang biayanya sebesar 27-30 USD, ehh diganjar dengan balasan surel "Maaf Anda belum beruntung, silakan coba lagi" macam bungkus A*e Al*, kan wajar kalau saya jadi sedikit dendam, hehe... Pendek kata, sampai selesai S1 pun saya tidak ikut pertukaran pelajar ke mana-mana. Mungkin karena saya ngebet hanya ingin ke Amerika Serikat atau saya yang terlalu sibuk oleh tugas kuliah berziarah dan mendaki gunung, jadinya mimpi untuk berswafoto di depan patung Lady Liberty sempat saya pendam di bawah bantal... untuk beberapa tahun.

Setelah setahun bekerja di instansi yang banyak memberi saya pelajaran berharga ini (berupa SPPD dan uang "duduk") saya mulai memberanikan diri untuk mencoba peruntungan lagi, tetapi kali ini tentu bukan program pertukaran pelajar. Kali ini, harus, program gelar. Saya harus kuliah S2 dan gratis, bebas biaya... Motivasi saya timbul kembali karena teman-teman sebaya saya juga mulai berburu beasiswa khususnya beasiswa S2 elpedepeh yang sampai saat ini saya belum tertarik-tertarik amat padanya. Hal itu, lagi-lagi, disebabkan oleh kekeraskepalaan saya. Pokoknya saya cuma mau kuliah di Amrik dan saya punya urusan yang belum selesai (baca: dendam kesumat) dengan AMINEF/Fulbright. Makanya saya harus dan cuma boleh melamar beasiswa lewat program ini.

Omong-omong, selalu ada saja hal koplak setiap kali ada sesuatu yang bersinggungan dengan saya... Biasanya, program Fulbright ini dibuka setahun 2 kali yaitu di musim semi (April) dan musim gugur (September). Bertahun-tahun selaluuu seperti itu; saya tahu sebab sepanjang tahunnya selama kuliah saya membuka situs AMINEF--bukan untuk melamar lagi, melainkan hanya merapal dendam. Itulah sebabnya di awal tahun 2017 saya santai-santai saja. "Kan masih April..." pikir saya kala itu. nDilalah teman saya yang punya rencana kuliah di Australia tahun ini menginfokan saya bahwa aplikasi program S2 dari AMINEF sudah dibuka dan ditutup bulan Februari 2017. Wah langsung heboh bin lebai saya kala itu, pokoknya kalau tidak ada Iztirani, mungkin saya batal dapat Fulbright tahun ini. Nuhun nya Neng :p

Hal yang pertama kali saya lakukan adalah membuka situs AMINEF untuk melihat pengumuman program tersebut dan untuk mengetahui persyaratan apa saja yang dibutuhkan:
Sudah lulus S1, IPK minimal 3, dan TOEFL ITP minimal 550 atau IELTS yang setara (kurang lebih 5.5 atau 6.0 kali ya?)

Walapun agak terburu-buru saya masih bisa sedikit santai, sebab pada bulan Oktober tahun lalu saya sudah iseng-iseng mengambil IELTS! Saat itu saya mengambil IELTS di British Council Jakarta, lagi-lagi atas saran Iztirani si pejuang IELTS. Soal kenapa lebih enak di BC, silakan tanya doi, pokoknya saya percaya sama dia. Oh iya, sebelum daftar tes IELTS ini sebetulnya saya sudah beberapa kali ikut kelas persiapan IELTS. Kelas persiapan yang pertama saya ambil semasa kuliah di EdLink Connex Yogyakarta yang bertempat di belakang jalan Pasar Kranggan. Sebelum memulai kelas, saya terlebih dahulu mengambil prediction test dan mendapat hasil 5.5; saya perlu mengambil pra-ujian tersebut untuk menentukan apakah saya bisa langsung mengambil kelas persiapan IELTS atau harus mengikuti kelas General English terlebih dahulu sebab Mr. Imam, tutor saya kala itu, hanya mau mengajar prep untuk peserta yang hasil pra-ujiannya minimal 5.0. Bila Anda mencari kelas persiapan IELTS yang bagus di Yogya, saya sangat menyarankan Anda untuk mengambil kelas prep di sini! Selain sistem belajarnya yang privat dan intens (kalau tidak salah 2 jam per pertemuan), biayanya menurut saya juga cukup terjangkau: Rp 300.000,- per pertemuan dan saya ikut program 10 kali pertemuan. Harap diingat ini kelas privat, jadi wajar saja kalau harganya segitu...

Selain di EdLink, selepas lulus dan kembali ke rumah orang tua saya di Tangerang, saya ikut kelas prep sekali lagi. Saat itu saya ikut kelas prep karena senang belajar karena iseng saja, soalnya belum punya bayangan kapan akan ikut tes IELTS. Saya mengambil kelas persiapan IELTS di English First Tangerang City, saat itu saya jadi salah satu peserta tertua di kelas yang rata-rata pesertanya masih SMA, ah lucu deh pokoknya. Kalau dibandingkan mana yang paling ngaruh buat saya saat itu sih tentu saja kelas di EdLink--hal yang wajar karena kelasnya privat dan intens. Namun hal yang membuat saya cukup puas belajar di EF adalah kedekatan lokasinya dengan rumah saya (saya hampir selalu lembur di kantor dan tiba di Tangerang saat hari sudah gelap) dan tutor saya yaitu Miss Puput sudah terbiasa mengurusi printilan persyaratan beasiswa. Dia tahu di bagian mana saja essay saya harus diperbaiki dan pertanyaan apa saja yang kira-kira ditanyakan saat wawancara. Padahal saat itu saya belum mendaftar beasiswa di program manapun. Btw ini hasil IELTS saya, barangkali ada yang belum pernah lihat formnya seperti apa:
Insya Allah bukan kriminil

Hal selanjutnya yang saya lakukan adalah mencicil mengisi formulir pendaftaran! Mengapa dicicil? Sebab saya memang begitu orangnya mengisi form ini tidak membutuhkan waktu lama. Hal yang paling penting dari keseluruhan aplikasi ini justru dokumen untuk melengkapi formulir pendaftarannya khususnya Study Objectives dan surat rekomendasi dari kampus dan tempat bekerja. Adapun formulir pendaftarannyanya seperti ini:
Formnya abis ikut pemilu, terendam tinta biru
Check list persyaratan, dan iya, saya bukan PNS

Setelah mencicil isi formulir, saya mulai masuk ke tahap yang paling penting yaitu menulis study objectives. Apa sih S/O itu? Pendeknya S/O ini adalah satu halaman esai yang isinya menceritakan siapa Anda, apa pekerjaan Anda dan apa yang sudah pernah Anda lakukan (organisasi dan kuliah) serta yang terutama apa yang ingin Anda pelajari di Amerika Serikat dan mengapa harus di Amerika Serikat. Mudah secara definisi tetapi justru esai inilah yang paling banyak mengalami revisi dan yang paling harus mendapat perhatian Anda! Sebetulnya saya sendiri sudah pernah membuat beberapa konsep S/O, tetapi belum ada yang bisa disebut layak kirim apalagi dipamerkan ke orang--padahal batas waktu pengiriman hanya tinggal beberapa minggu lagi. Di tengah situasi yang serba deudeuh teuing ini saya beruntung memiliki seorang teman WNA asli Seattle, Washington, yaitu Ben Steiner. Saya bertemu Ben saat menjadi relawan di Project Child Indonesia, sebuah LSM pendidikan untuk anak di pinggiran sungai dan pesisir pantai yang kantor pusatnya terletak di Yogyakarta dan Pacitan. Saat itu Ben yang seorang relawan Peace Corps mengajar bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Punung, Pacitan - Jawa Timur dan saya tentu, dengan SKSD yang sudah saya bawa dari lahir, mengatakan padanya kalau saya berencana mendaftar beasiswa Fulbright dan mungkin membutuhkan bantuan Ben di kemudian hari. Sebetulnya saat itu saya hanya sesumbar saja, sungguh tidak terbayangkan kalau 2 tahun kemudian saya betul-betul merepotkan Ben dengan konsep S/O, surat rekomendasi dan riwayat hidup saya yang hampir setiap minggu selalu mengalami perubahan. Dari seluruh proses Fulbright-Fulbright-an ini, Benjamin Steiner lah yang paling berjasa sebab ia tidak hanya mengoreksi dokumen-dokumen saya, tetapi juga memberi motivasi dan terutama mengiming-imingi saya dengan makanan enak dan acara-acara luar biasa yang akan kami datangi nanti di Amerika Serikat: hanya kalau saya diterima di program beasiswa ini. Ini adalah paragraf pertama dari S/O saya:
I am strongly motivated to apply for a Master’s program in Public Administration with an emphasis on Urban/Metropolitan Policy. I intend to use the skills and knowledge gained in my degree program to address the inefficacies of policy making and governance in Indonesia. My future goal is to mitigate developmental discrepancies between the wealthier western islands, and the more impoverished eastern provinces of Indonesia. Specifically, to be a policy maker in the field of planning and especially promoting sustainable housing and settlement development. A Master in Public Administration from the United States will enable me to further my knowledge of policy making processes and policies influencing the management of government institutions in Indonesia and to apply that knowledge to the promotion of sustainable housing and settlement development..............
sedikit narsis banyak bacotnya...

Untuk S/O mungkin bisa langsung tanya-tanya saja via japri ya, tapi apa yang berhasil di saya belum tentu berhasil di Anda lho :D Hal selanjutnya yang saya lakukan adalah mengonsep surat rekomendasi untuk dosen dan Direktur saya. Mengapa saya perlu mengonsep surat tersebut? Sebab mereka "tidak mau capek", kalau cocok dengan konsep surat tersebut mereka tinggal tandatangan saja... Kalau tidak cocok ya revisi macam skripsi. Untuk surat rekomendasi ini, Fulbright sudah punya template nya sendiri, adapun penampakan template nya seperti ini:
Ini anak siapa sih coret-coret form aing??

Setelah di-acc oleh Bos Ben, saya langsung menyerahkan surat rekomendasi ini ke Direktur saya di kantor (langsung ditandatangani) dan terbang ke Yogyakarta untuk melegalisasi ijazah dan transkrip nilai serta tentunya menemui dosen saya! Sewaktu mengambil surat rekomendasi yang sudah ditandatangani, kebetulan sekali saat itu ruangan hanya diisi oleh beliau yang merupakan dosen pembimbing saya dan... dosen penguji serta salah seorang dosen paling killer (guyonannnya SIH yang killer, bagi alumni FEB UGM pasti tahu kata sakti ini: slenco) yang serta merta jadi kepo juga. Selain didoakan agar saya berhasil dalam proses beasiswa ini, saya juga ditakut-takuti akan hal yang kemungkinan akan saya hadapi nanti. Sebetulnya mereka mungkin tidak berniat menakut-nakuti, hanya saja pikiran saya sudah aneh-aneh duluan: asli gemetaran ketemu eks dosen penguji :p

S/O sudah beres, surat rekomendasi juga sudah beres, selanjutnya hanya tinggal merapikan riwayat hidup/curriculum vitae saja dan melengkapi formulir. Untuk CV ini tidak ada format khusus, saya pakai format standar di kampus saja yang tidak banyak desain atau gambar, tapi mudah dibaca. Terkait pengisian formulir juga perlu untuk terus-menerus diperiksa karena kita juga banyak bercerita di situ, semisal pengalaman organisasi dan seperti apa perkuliahan kita dahulu. Ahh akhirnya selesai sudah semua dokumen itu... Saya pun memasukkan semua persyaratan ke dalam amplop coklat besar dan langsung bertolak ke kantor AMINEF dari kantor saya, saat itu hampir jam makan siang dan saya melakukan pengecekan terakhir di Warung Padang. Terima kasih Ajo, sudah saya gunakan kedaimu untuk hal selain makan-memakan :D

.................................

15 Februari 2017 telah berlalu, deadline sudah lewat. Satu bulan berlalu tak ada kabar... Dua bulan berlalu juga tiada kabar, hingga siang itu pun tiba, hari Senin, 3 April 2017 saat saya sedang mengerjakan tugas rutin di kantor... Saya lulus seleksi tahap awal dan dipanggil untuk wawancara!
Alhamdulillah, Mas Anang barusan bilang "Saya sih YES"

Panik, senang, lapar (?) semua bercampur jadi satu. Saat menerima surel tersebut saya sontak saja berteriak kegirangan, I just can't help it, sampai-sampai Kepala Seksi yang mejanya berhadapan dengan saya pun jadi penasaran. Akhirnya ia pun otomatis menjadi orang yang pertama kali mengetahui kabar bahagia ini. Setelah itu teman satu ruangan, Bos Ben dan kemudian keluarga di rumah... Setelah selebrasi singkat selesai ditunaikan, saya langsung membalas surel tersebut dan menambahkannya dengan short bio yang terdiri dari 10-12 kalimat saja sesuai instruksi, inilah biodata singkat saya:
Janis, 24 years old, is a Planning Staff at X in Jakarta. She earned her Bachelor’s degree in Management from Universitas Gadjah Mada in 2015. Her focus has been in the field of planning the housing finance policy, specifically planning the national budget for housing subsidy for low-income household and linking those developments with coexisting infrastructure. Her main interest is in making the housing finance system accessible for more low income household groups, especially for non fixed-income workers and low-income households in eastern islands of Indonesia in which she found that learning in Public Administration field will further her knowledge of policy making processes and thus she would apply the knowledge to the promotion of sustainable housing and settlement development in Indonesia. Her proposed study is related to the research related to policy making in the area of subsidy, particularly housing subsidy in Indonesia and the United States. Upon completion of the Master’s degree program, she intends to return the X to continue her work.
Eh iya, daritadi saya ngalor ngidul soal aplikasi, malah lupa menulis saya mau kuliah di jurusan apa. Saya berencana untuk mengambil kuliah S2 di jurusan Public Administration, masih satu kaum dengan Public Policy. Alasan saya mengambil jurusan ini karena cocok dengan pekerjaan di kantor, sesuai dengan passion dan mata kuliahnya pun familiar. Baiklah, urusan surat undangan wawancara pun selesai sudah, lalu hal selanjutnya? Mempersiapkan diri untuk mengikuti wawancara.



(Masih berlanjut, jangan ke mana-man, tetap di waa... waa... waa... ) -----------------------------------------

Disclaimer: This blog is not an official U.S. Department of State blog, all views and information presented here regarding the Fulbright Program are the author's own and does not represent the Fulbright Program nor the U.S. Department of State.

Comments

rian said…
Makasih neng syeringnyah
inspiring banget neng.
Salam manis dr grup U**h hotah*
Ditunggu yah neng post berikutnya
Rio Trimono said…
Nice sharing kakak 😉
animemonzta said…
Terima kasih atas dukungannya gengs! - Nikki

Popular posts from this blog

Iseng-Iseng Niat: Perjalanan Menjadi Seorang Fulbrighter (Bagian 2/3)

Yayy... Saya kembali lagi! Laman ini adalah lanjutan dari blog post sebelumnya, silakan klik di sini. Berdasarkan surel yang saya terima dari AMINEF pada tanggal 3 April 2017, jadwal wawancara saya adalah tanggal 20 April 2017. Nah... Ternyata ada waktu selama 17 hari untuk mempersiapkan diri, masa yang saya rasa sangat cukup untuk bersiap-siap. Apa saja yang saya lakukan untuk mempersiapkan diri? Tentu bermacam-macam, tapi yang utama dan sangat mudah ditebak a la kids jaman now tentu saja berselancar di internet! Terdapat beberapa laman blog para Fulbrighters yang sangat membantu saya untuk mempersiapkan diri selama wawancara, tapi yang paling komprehensif dan (sepertinya) paling banyak diakses adalah laman blog Comatosed Thoughts milik Kak Nanda. Kelak di kemudian hari saya baru tahu kalau ternyata Kak Nanda adalah mentor dari salah satu sahabat saya sesama kandidat penerima beasiswa Fulbright (mentor-mentoran ini akan saya bahas di utas selanjutnya). Terima kasih Kak Nanda...

Project Kelas Kewirus

Oke jadi begini... Gue ambil kelas kewirus di jurusan gue. Buat anak jurusan manajemen, mata kuliah kewirausahaan yang kami singkat jadi kewirus itu ngeharusin kita bikin bisnis beneran. Peraturannya sih bervariasi, tergantung dosen yang mengampu. Dosen yang gue ambil ini, sama dia ga boleh bisinisnya di bidang kuliner atau makanan... Alasannya obvious sih, ntar jadi ga pada kreatif karena bikin bisnis kaya gitu terlalu mudah prosesnya(menurut doi). Ya lo jadi reseller keripik juga udah termasuk di bidang bisnis kuliner kan? Gue sama anak-anak kemudian brainstorming, dan kepilihlah ide gue yang terus dimodif juga bareng anak-anak... Jadi kami bikin tour and travel service dengan konsep dan destinasi yang gak biasa. Mirip-mirip street tour yang di Jakarta gitu, target marketnya backpacker. Tim gue juga, target market kami backapacker dan mahasiswa asing yang lagi di Yogyakarta. Dan memang di fakultas gue itu tiap semesternya aja banyak banget mahasiswa asing yang ke Jogja tujuannya exc