Skip to main content
surat kecil untuk calon ketua bem, hmj, dan lk feb ugm periode 2012

Siapapun yang menang nanti, tolong bawa kembali perjuangan ini ke semangat pergerakan mahasiswa yang sebenarnya.

Maukah kalian memangkas program kerja(yg terlalu banyak dan sering bertubrukan dgn acara lain itu) demi kegiatan" kecil yg lebih bermakna?
Karena letih bekerja disebabkan oleh setumpuk kegiatan yg tuna rasa. Kami hanya bekerja, tidak mengusung nilai dasarnya.

Maukah kalian bergandeng tangan dgn fakultas lain? Tahukah kalian saat ini, teman" sekolah vokasi tengah berpeluh dlm memperjuangkan haknya?
Karena kita hidup dalam satu semesta bernama universitas. Universum. Terintegrasi, tidak jalan sendiri. Meski gedung kita menjulang tinggi.

Maukah kalian menyuarakan kegelisahan kami? Mampu menolak instruksi dekanat soal harus ada acara begini, begini, dan begini.
Kita adalah warga yg setara, bukan babu dan jongos yg dipekerjakan mereka!

Maukah kalian membudayakan kekritisan itu kembali? Saat apatisme meraja dan bahkan merasuk ke dalam struktur organisasi. Hahaha. Satir.
Bagaikan orang gila yg menguras air laut, bekerja keras tanpa kesadaran! Tanpa mengusung nilai dasar yg ada. Kembalikan, budayakan kembali!

Kami tahu, kami percaya. Kalian adalah mahasiswa" cerdas yg akan membawa perjuangan ini ke arah yg lebih baik. Hanya saja, inginkah? Maukah?

Inilah surat kecil dariku untuk kalian: para calon ketua BEM, HMJ, dan LK FEB UGM periode 2012. Atas dasar cinta dan kepedulian.
Bukan pesimisme, apalagi cerca hina. Karena kita hidup di rumah yg sama, yg menginginkan cahaya itu kembali, dan jendela yg terbuka lagi.

Semoga berbahagia. Hidup mahasiswa Indonesia!
-Faradilla F. Al-Fath-

dikutip dari twitter saya: @alfath92

Comments

Popular posts from this blog

Iseng-Iseng Niat: Perjalanan Menjadi Seorang Fulbrighter (Bagian 1/3)

Sebelum memulai utas (thread) ini mungkin ada baiknya saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama (kalau di gunung) saya Janis, saya alumna Fakultas Ekonomika dan Bisnis - Universitas Gadjah Mada jurusan Manajemen. Saya lulus tahun 2015 dan saat ini bekerja di satu institusi pemerintah pusat. Omong-omong saya orang Cancer, kalau memang mau tahu banget... kiri: teman penulis; kanan: penulis. Mohon diabaikan saja Blog ini sebetulnya sudah lama saya buat, kurang lebih tahun 2004 dan waktu itu saya masih kelas 7 SMP. Setelah menulis berbagai entri yang tidak bertema dan kebanyakan hanya cuap-cuap sekenanya saja (itu pun jarang), tahun ini setelah menerima pengumuman bahwa saya "resmi" menjadi principle candidate untuk beasiswa Fulbright, saya memutuskan untuk kembali menulis di blog ini dan mendedikasikannya untuk para pencari beasiswa S2 di Amerika Serikat khususnya melalui beasiswa Fulbright. Kasih selamat boleh dong... Nama Fulbright sendiri sebetulnya adalah nama dari

Iseng-Iseng Niat: Perjalanan Menjadi Seorang Fulbrighter (Bagian 2/3)

Yayy... Saya kembali lagi! Laman ini adalah lanjutan dari blog post sebelumnya, silakan klik di sini. Berdasarkan surel yang saya terima dari AMINEF pada tanggal 3 April 2017, jadwal wawancara saya adalah tanggal 20 April 2017. Nah... Ternyata ada waktu selama 17 hari untuk mempersiapkan diri, masa yang saya rasa sangat cukup untuk bersiap-siap. Apa saja yang saya lakukan untuk mempersiapkan diri? Tentu bermacam-macam, tapi yang utama dan sangat mudah ditebak a la kids jaman now tentu saja berselancar di internet! Terdapat beberapa laman blog para Fulbrighters yang sangat membantu saya untuk mempersiapkan diri selama wawancara, tapi yang paling komprehensif dan (sepertinya) paling banyak diakses adalah laman blog Comatosed Thoughts milik Kak Nanda. Kelak di kemudian hari saya baru tahu kalau ternyata Kak Nanda adalah mentor dari salah satu sahabat saya sesama kandidat penerima beasiswa Fulbright (mentor-mentoran ini akan saya bahas di utas selanjutnya). Terima kasih Kak Nanda...
aku berkata padanya, "kejarlah mimpimu sampai ke ujung dunia, jangan pedulikan aku. karena aku pun akan mengejar mimpiku sendiri," aku tak tahu hal apa lagi yang akan aneh setelah perpisahan, putus yang direncanakan. aku hanya ingin berpikir logis, realistis, penuh pengharapan dan keyakinan bahwa kami akan meraih cita-cita kami masing-masing, dan kami tak ingin disaat cita-cita itu telah tercapai, kami belum mendapat apa-apa. belum merasakan apa-apa. dia bercerita kepadaku, tentang detik yang mati, "selama ini detik berjalan,maju ke depan. tanpa kembali ke belakang, hal-hal yang ditinggal hanya bisa dilihat kembali, tidak bisa diulang lagi," aku hanya bisa menatap senja hari dan berkonspirasi dengan rumput yang bergoyang, bertanya siapakah yang tengah duduk di buaian bulan sesungguhnya. ah, aku teringat saat-saat kami meracau tentang dunia, dengan sombong membuat filsafat sendiri tentang semesta, kami menertawakan kebodohan kami, dengan bangga mengakui bahwa kami ma