Skip to main content

Sakit Cacar.

Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku, aku mengidap sakit cacar. Yang membuatnya "spesial" adalah aku terkena virus ini di hari raya-- hari yang seharusnya menyenangkan dan dipenuhi dengan agenda silaturahmi, tetapi aku bersarung dan duduk-duduk saja. Akan tetapi, terkena sakit cacar di hari raya ada untungnya juga, antara lain karena ini adalah hari libur jadi aku tak perlu repot mengurus surat izin sakit ke kampus. Selain itu, meskipun kurasa heboh, banyak saudara yang berkunjung juga turut memberi saran untuk pengobatan sakit cacarku.

 Hal yang paling kukhawatirkan mungkin resepsi pernikahan dua sepupuku. Tanggal yang terdekat adalah 26 Agustus, dan aku hampir yakin 100% bahwa aku tak akan bisa memakai riasan wajah. Karena perkiraanku selama tujuh hari ke depan(sekarang sudah hari ke-tiga), aku tidak akan bisa lepas dari salep Acyclovir subsidi pemerintah ini. Sedangkan untuk resepsi selanjutnya yaitu tanggal 6 dan 9, kurasa aku sudah bisa berdandan dengan normal kembali.

 Ah, aku hanya bertanya-tanya hakikat sakit dan kehidupan di saat aku menjadi penderita. Akan tetapi, mungkin itulah juga hakikat sakit; waktu dan keadaan yang disediakan untuk kita duduk diam, merenung, dan merefleksi. Yang mungkin tak akan kita lakukan di kala kita sehat oleh karena terbuai menjadi robot birokratis dengan rutinitas masing-masing.

 Sumedang, 21 Agustus 2012/1 Syawal 1433 H

Comments

Popular posts from this blog

Iseng-Iseng Niat: Perjalanan Menjadi Seorang Fulbrighter (Bagian 1/3)

Sebelum memulai utas (thread) ini mungkin ada baiknya saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama (kalau di gunung) saya Janis, saya alumna Fakultas Ekonomika dan Bisnis - Universitas Gadjah Mada jurusan Manajemen. Saya lulus tahun 2015 dan saat ini bekerja di satu institusi pemerintah pusat. Omong-omong saya orang Cancer, kalau memang mau tahu banget... kiri: teman penulis; kanan: penulis. Mohon diabaikan saja Blog ini sebetulnya sudah lama saya buat, kurang lebih tahun 2004 dan waktu itu saya masih kelas 7 SMP. Setelah menulis berbagai entri yang tidak bertema dan kebanyakan hanya cuap-cuap sekenanya saja (itu pun jarang), tahun ini setelah menerima pengumuman bahwa saya "resmi" menjadi principle candidate untuk beasiswa Fulbright, saya memutuskan untuk kembali menulis di blog ini dan mendedikasikannya untuk para pencari beasiswa S2 di Amerika Serikat khususnya melalui beasiswa Fulbright. Kasih selamat boleh dong... Nama Fulbright sendiri sebetulnya adalah nama dari

Iseng-Iseng Niat: Perjalanan Menjadi Seorang Fulbrighter (Bagian 2/3)

Yayy... Saya kembali lagi! Laman ini adalah lanjutan dari blog post sebelumnya, silakan klik di sini. Berdasarkan surel yang saya terima dari AMINEF pada tanggal 3 April 2017, jadwal wawancara saya adalah tanggal 20 April 2017. Nah... Ternyata ada waktu selama 17 hari untuk mempersiapkan diri, masa yang saya rasa sangat cukup untuk bersiap-siap. Apa saja yang saya lakukan untuk mempersiapkan diri? Tentu bermacam-macam, tapi yang utama dan sangat mudah ditebak a la kids jaman now tentu saja berselancar di internet! Terdapat beberapa laman blog para Fulbrighters yang sangat membantu saya untuk mempersiapkan diri selama wawancara, tapi yang paling komprehensif dan (sepertinya) paling banyak diakses adalah laman blog Comatosed Thoughts milik Kak Nanda. Kelak di kemudian hari saya baru tahu kalau ternyata Kak Nanda adalah mentor dari salah satu sahabat saya sesama kandidat penerima beasiswa Fulbright (mentor-mentoran ini akan saya bahas di utas selanjutnya). Terima kasih Kak Nanda...
aku berkata padanya, "kejarlah mimpimu sampai ke ujung dunia, jangan pedulikan aku. karena aku pun akan mengejar mimpiku sendiri," aku tak tahu hal apa lagi yang akan aneh setelah perpisahan, putus yang direncanakan. aku hanya ingin berpikir logis, realistis, penuh pengharapan dan keyakinan bahwa kami akan meraih cita-cita kami masing-masing, dan kami tak ingin disaat cita-cita itu telah tercapai, kami belum mendapat apa-apa. belum merasakan apa-apa. dia bercerita kepadaku, tentang detik yang mati, "selama ini detik berjalan,maju ke depan. tanpa kembali ke belakang, hal-hal yang ditinggal hanya bisa dilihat kembali, tidak bisa diulang lagi," aku hanya bisa menatap senja hari dan berkonspirasi dengan rumput yang bergoyang, bertanya siapakah yang tengah duduk di buaian bulan sesungguhnya. ah, aku teringat saat-saat kami meracau tentang dunia, dengan sombong membuat filsafat sendiri tentang semesta, kami menertawakan kebodohan kami, dengan bangga mengakui bahwa kami ma